Masjid atau Mushalla merupakan tempat yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan keagamaan. Di satu sisi, umat mempunyai gairah yang tinggi untuk memahami ajaran keislaman. Tetapi di sisi lain, umat tidak mudah mendapatkan akses atau forum yang setiap saat bisa menjadi rujukan keagamaan. Sebagian besar Masjid dan Mushalla memuat radikalisme dalam ceramah dan khutbahnya. Atas dasar tersebut, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Drs. H. Sidarto Danusubroto, S.H. menyelenggarakan pertemuan dengan tema “Strategi Menangkal Radikalisme melalui Pengaturan Ceramah-ceramah Keagamaan” pada hari Rabu (18/01) di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden dengan mengundang narasumber Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Anggota Dewan Penasihat MUI; Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed., Sekretaris Umum PP Muhammadiyah; K.H. Masdar Farid Masudi, Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia; K.H. Maman Imanul Haq, Ketua Lembaga Dakwah NU dan Bapak Zuhaeri Misrawi, Penulis dan Anggota Sunni Islam. Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Prof. Dr. Sri Adiningsih (Ketua Dewan Pertimbangan Presiden), Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar (Anggota Dewan Pertimbangan Presiden), Ibu Julie Trisnadewani, S.Sn., M.I.Kom. (Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden), Dr. Nunung Nuryantono, M.Si. (Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden), Bapak M. Maksum, S.Sos. (Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden), Drs. Kamarullah Halim (Kepala Biro Data dan Informasi) dan M. Faried, S.IP., DEA. (Kepala Bagian Polhukam).
Pemerintah dapat berperan dalam menangkal radikalisme dan memberdayakan masjid dan mushalla, antara lain dengan: Pertama, pemerintah dapat memaksimalkan pemberdayaan para ta’mir/pengurus masjid agar seluruh kegiatan masjid dikelola dengan baik dan sejalan dengan spirit kebangsaan dan keislaman yang rahmatan lil ‘alamin. Ta’mir atau pengurus masjid memainkan peran sentral dalam menentukan khatib dan seluruh kegiatan masjid. Oleh karena itu, pemerintah harus memberdayakan dan melakukan koordinasi dengan para pengurus masjid dalam rangka memaksimalkan peran masjid dalam transformasi sosial. Kedua, pemerintah dapat melakukan sertifikasi khusus bagi para khatib Jumat dan melakukan pelatihan bagi mereka untuk meningkatkan kualitas para khatib. Ketiga, pemerintah dapat menjadikan masjid sebagai tempat untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan. Keempat, menerbitkan buku-buku khotbah yang isinya memperkuat solidaritas keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. (DHI).