Penguatan Pancasila di Kalangan Generasi Muda

Dalam perjalanan sejarah, Pancasila sebagai landasan normatif telah mengakar begitu kuat. Pancasila belum banyak diimplementasikan ke dalam level operasional kebijakan dan tindakan. Untuk menggali bagaimana anak muda saat ini dalam memaknai Pancasila, Tim Warta Wantimpres berkesempatan mewawancarai Farhannisa Suri Maimoon Nasution (yang biasa disapa dengan Fani). Mbak Fani merupakan Puteri Indonesia Favorit Kepulauan Sumatera 2015, yang juga berprofesi sebagai jurnalis. Bagaimana seorang perempuan muda dalam memaknai Pancasila di kehidupan sehari-hari dan bagaimana pandangannya sebagai sosok generasi muda, berikut wawancara Tim Warta Wantimpres bersama Mbak Fani, pada tanggal 4 Oktober 2016, di kawasan Senayan.

Menurut pandangan Mbak Fani, apakah Pancasila masih dianggap sebagai nilai utama dalam berbangsa dan bernegara di kalangan generasi muda?

Pemuda adalah kisaran usia belasan hingga 20-an awal. Dalam kisaran usia tersebut, anak-anak muda sebenarnya tahu tentang Pancasila, tetapi apabila ditanyakan tentang implementasinya, belum terlalu serius diimplementasikan.

Jika melihat remaja-remaja Amerika, dengan kecenderungan gaya hidup bebasnya, mereka tetap berpegang pada prinsip-prinsip negara mereka. Bagaimana mereka selalu mengulang-ngulang amandemen, mereka tahu. Akan tetapi di Indonesia, tidak banyak melakukan itu. Implementasi Pancasila masih sebatas teori yang diajarkan di sekolah. Anak-anak jaman sekarang saat ini lebih butuh panutan atau role model, seseorang yang benar-benar mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Jujur saja, kadang anak muda disalahartikan, dianggap sudah terpengaruh oleh budaya luar hingga lupa budayanya. Padahal sebenarnya, dengan profesi saya sebagai jurnalis yang banyak berinteraksi dengan banyak orang, saya mengetahui bahwa mereka belum paham bagaimana caranya mengimplementasikan Pancasila.

Apakah ada program dari Yayasan Puteri Indonesia yang sejalan dengan penguatan ideologi bangsa? Jika ya, apakah ada program yang juga mensosialisasikan Pancasila?

Puteri Indonesia sering melakukan kegiatan sosial. Dari kegiatan tersebut, yang dilakukan adalah memaknai penerapan dan sosialisasi Pancasila dengan menyediakan role model bagi perempuan Indonesia. Perempuan itu tidak hanya harus cantik saja, tetapi harus punya pengetahuan dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Dari hal tersebut, banyak kegiatan sosial yang dilakukan, yang secara implisit akan menyosialisasikan bahwa masih ada perempuan Indonesia yang menerapkan nilai-nilai Pancasila, dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Dengan demikian, mensosialisasikannya adalah dengan menunjukkan dimulai dari diri sendiri, di kalangan generasi muda khususnya perempuan.

Dengan perkembangan jaman yang semakin cepat dan kemajuan teknologi informasi yang tidak terbendung, bagaimana kah cara generasi muda memaknai Pancasila?

Budaya Indonesia cenderung memiliki budaya segan, yang muda segan terhadap yang tua. Hal ini bagus tetapi ketika tidak tahu harus berani bertanya. Ini yang harus dijembatani, caranya adalah dengan memanfaatkan berbagai media cetak lokal maupun internasional, media sosial, dan bisa pula diintegrasikan dengan membuat semacam wadah atau perkumpulan dimana anak muda bisa berinteraksi langsung, bertanya langsung, maupun brainstorming. Harus ada sikap saling terbuka antara generasi muda dan generasi tua.

Profesi saya mengatakan bahwa saya tidak bisa jugdemental, menghakimi seseorang dari penampilan fisik atau pemikirannya. Saya pernah bertemu dengan orang yang mengatakan bahwa Pancasila tidak relevan, dan mengatakan pengaruh ideologi barat semakin laten. Dikatakan bahwa budaya luar lebih mengasyikan dan tidak banyak aturan, bahwa Pancasila tidak relevan dengan kemajuan jaman. Namun, disampaikan agar  caranya menjadi kekinian adalah dengan yang di “atas-atas” lebih banyak turun ke mereka, bertanya ke generasi muda, karena banyaknya perbedaan cara hidup. Kritik itu cukup menyentil dan memang ternyata harus ada wadah sebagai sosialisasi, yang bisa dilakukan secara bertahap. Anak-anak muda sudah saatnya dilibatkan secara aktif karena di masa depan kondisi jaman mengharuskan berbeda. Tidak bisa dengan cara-cara konservatif atau satu arah, tetapi harus dua arah atau dari segala arah. Terbuka dan harus tahu segala pandangan.

Dengan demikian, memang harus dicari cara yang menyesuaikan dengan kondisi jaman dalam menjaga nilai Pancasila. Apakah ada cara yang efektif agar generasi muda lebih mudah dalam memahami nilai-nilai Pancasila?

Pancasila adalah hayat hidup bangsa Indonesia sebagai penguatan karakter. Dengan saling memahami antara generasi muda dan generasi tua diharapkan ada penyesuaian dengan kondisi jaman. Peran media cukup krusial. Kalau jaman dahulu media hanya berupa televisi, radio, surat kabar atau majalah, tetapi era saat ini, ada perkembangan media yang cukup besar, terutama media sosial, yang memegang kunci di kalangan generasi muda. Melalui media sosial berbagai informasi mudah didapatkan. Media sosial ini yang dahulu tidak ada. Karena itu, menjadi tugas bersama untuk saling memahami dan memanfaatkannya. Selain itu, harus ada integrasi antara media sosial dengan media televisi atau media cetak. Konten-kontennya harus memuat ideologi Pancasila. Dunia perfilman saat ini juga sudah mulai mengangkat kisah-kisah pahlawan, tokoh-tokoh besar, atau orang yang inspiratif. Walaupun memakan waktu yang lama, hal ini bisa membuat generasi Indonesia memiliki karakter yang kuat. Selain itu, hal ini juga dapat menggerakkan anak muda untuk mencari tahu tentang kisah inspiratif dan menjadi tahu.

Pancasila merupakan dasar pembangunan karakter bangsa, bagaimana peran perempuan dalam pembentukan karakter bangsa?

Sebagai perempuan, peran yang diambil bisa dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Memang terdengar klise, tetapi saya sendiri merasakan pengaruhnya. Misalnya saja, orang tua saya yang mendidik dengan keras dan Ibu saya masih saja suka bertanya tentang lagu-lagu wajib nasional saat sedang jalan bersama di mall jika lagu wajib sedang diputar. Dari hal tersebut, dapat dijadikan himbauan kepada perempuan agar nantinya saat berkeluarga, bisa mengajarkan nasionalisme Indonesia dengan cara yang sederhana. Dengan demikian, sebagai perempuan harus memiliki pengetahuan agar tidak memberikan pengetahuan yang salah kepada keluarganya.

Lebih jauh lagi, saya sebagai seorang perempuan muda yang berkarir di bidang jurnalistik, yang tampil di layar kaca, maka saya punya tanggung jawab tidak tertulis terhadap penonton saya. Jadi, tugas saya adalah sadar diri, apa yang saya lakukan harus benar-benar dipertimbangkan, apa yang saya lakukan harus ada dasarnya, maka saat saya melakukan sesuatu saya mendasarkannya kepada Pancasila, apalagi terkait gaya hidup atau pernyataan dan pandangan terhadap nasionalisme. Dari situ saya bisa memberikan contoh kepada perempuan bahwa perempuan Indonesia bisa dan tidak kalah dengan perempuan luar, yang mungkin punya gaya yang berbeda.

 

Apakah ada tambahan lain mengenai bagaimana memaknai Pancasila?

Memaknai Pancasila itu lebih dibutuhkan integrasi/kerjasama berbagai pihak. Hal ini memang sulit dilakukan, namun jangan apatis. Anak-anak jaman sekarang lebih banyak berpikir kalau itu ”ribet”. Saya menyarankan agar jangan cepat apatis. Ini memang tidak akan sebentar tetapi kita harus percaya bahwa jika semuanya punya pandangan yang sama, maka ini bisa tercapai. Ingat saja perkataan Bung Karno, “beri aku seribu orang tua, niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya, beri aku sepuluh pemuda, akan kuguncang dunia”, bahwa kekuatan pemuda sangat besar.

Dalam diskusi yang ada di Wantimpres, sebaiknya juga melibatkan anak muda. Pasti akan lebih mengena, karena Wantimpres sebagai wadah untuk mengumpulkan aspirasi dari berbagai kalangan untuk disampaikan kepada Presiden tentang apa yang terjadi di luar. Kalau dibuat diskusi yang melibatkan banyak anak muda, seperti BEM berbagai universitas atau tokoh muda, akan memberikan dampak yang lebih massif. Dengan karakter penggunaan media sosial oleh anak muda saat ini, dengan adanya diskusi yang melibatkan anak muda, maka akan cepat tersebar berbagai pesan kepada anak muda lainnya. Dunia media sosial tidak ada batas. Namun, kita juga harus sambil mengajarkan kepada anak muda agar wajib bertanggung jawab terhadap apa yang ditulis, sehingga suatu saat akan muncul anak-anak muda yang berkualitas, dengan karakter bangsa yang kuat. (DHI/DKP)

Search