Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, jika pajak pertambahan nilai (PPN) resmi naik menjadi 12 persen, maka Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan PPN tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Saat ini, negara Asia Tenggara yang mempunyai PPN tertinggi yakni Filipina sebesar 12 persen. Sedangkan negara lainnya seperti Kamboja sebesar 10 persen, Laos 10 persen, Vietnam dengan skema two tier system sebesar 10 persen dan 5 persen. Kemudian, Malaysia yang menggunakan sistem pajak barang dan jasa (good and service tax/GST) sebesar 6 persen.
Ahmad menjelaskan, kenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri, karena biaya produksi yang meningkat. Selain itu, secara makro, kenaikan PPN akan menyebabkan penurunan daya beli di tengah inflasi pangan yang relatif lebih tinggi, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan penjualan industri. Penurunan kinerja industri akan menyebabkan potensi penerimaan pajak penghasilan (PPh) menurun.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), kenaikan PPN 12 persen merupakan salah satu rencana penyesuaian pajak pemerintah yang diatur. Dalam UU HPP disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan kembali dinaikkan 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025. Dalam pasal 7 ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan yang paling tinggi 15 persen.