Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dari sejumlah fraksi partai politik meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan prinsip partisipasi publik yang bermakna. Tanpa partisipasi bermakna, rancangan undang-undang tersebut berisiko digugat kembali ke Mahkamah Konstitusi. Tak hanya itu, terdapat sejumlah pasal yang berisiko mengancam demokrasi dan diduga hanya untuk kepentingan pihak tertentu.
Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Ledia Hanifa Amaliah, mengatakan, meski telah disepakati untuk dibahas pada Masa Sidang IV Tahun 2023-2024, pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) belum dimulai. Hingga saat ini, pimpinan Baleg masih menjadwalkan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri untuk memulai pembahasan. Adapun surat presiden (surpres) dan daftar inventarisasi masalah hingga kini masih ada di pimpinan DPR.
Menurut dia, pembahasan RUU DKJ yang bakal menjadi dasar hukum bagi status Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota harus dilakukan secara hati-hati, terutama dengan memperhatikan prinsip partisipasi publik secara bermakna. Meski program pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) akan dilanjutkan, itu tidak berarti pembahasan RUU DKJ bisa dikebut tanpa menyerap aspirasi masyarakat dalam pembahasannya. Berkaca dari pembahasan RUU yang mengesampingkan partisipasi publik bermakna, UU yang disahkan justru bermasalah dan rentan digugat ke Mahkamah Konstitusi.