Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengkaji Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) menggunakan pesawat nirawak atau drone. Pengembangan ini seiring dengan kemajuan teknologi. Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo menyampaikan keunggulan modifikasi cuaca dengan ‘flare‘ atau suar jika dibandingkan dengan cara konvensional. Budi mencontohkan operasi modifikasi cuaca konvensional dengan menggunakan pesawat.
Menurut dia, biaya untuk bahan bakar atau avtur mencapai puluhan juta rupiah untuk sekali penerbangan. Komponen lain adalah perawatan pada pesawat. “Kalau dengan drone lebih murah. TMC drone masih tahap riset,” kata Budi Harsoyo dalam perbincangan dengan Pro3 RRI, Selasa (9/1/2024) malam. Kemudian, kelebihan lain adalah drone tidak memerlukan ketinggian tertentu saat diterbangkan , yakni cukup hanya 3.000 kaki. Bandingkan TMC dengan pesawat, harus dengan ketinggian 9.000-10.000 kaki.
Kendati demikian, Teknologi Modifikasi Cuaca dengan flare ini juga memiliki kekurangan. Jika dengan menggunakan pesawat, jangkauannya lebih luas, sementara dengan flare terbatas karena drone hanya bisa membawa satu flare. Apabila flare habis, maka drone akan kembali untuk membawa flare lain. Begitu seterusnya. Menurut Budi, penggunaan Teknologi Modifikasi Cuaca adalah untuk mengurangi risiko bencana. Seperti banjir, kekeringan, serta kebakaran hutan dan lahan gambut.