Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengatur ulang pajak bioskop yang sudah berlaku selama ini. Menteri BUMN Erick Thohir menyebut ke depan pajak bioskop akan distandardisasi. Teknisnya akan dituangkan dalam peraturan presiden (perpres) yang diklaim menjadi payung hukum ekosistem perfilman Tanah Air, mulai dari segi perpajakan, perizinan, sampai pendanaan.
Pengamat Pajak Daerah MUC Consulting Ferry Irawan mengatakan pajak bioskop seharusnya mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Dalam UU itu, bioskop masuk sebagai hiburan dan dikenakan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Ia mengutip Pasal 58 UU HKPD yang menyebutkan tarif PBJT ditetapkan paling tinggi 10 persen. Di lain sisi, Ferry mengatakan pajak bioskop yang berlaku saat ini masih berlandaskan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), bukan UU HKPD. Bioskop atau tontonan film masuk dalam pajak hiburan, di mana pada Pasal 45 ayat (1) ditetapkan tarifnya paling tinggi 35 persen.
Senada, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (PK-TRI) Prianto Budi Saptono mengamini adanya dua versi soal tarif bioskop saat ini. Ada yang mengacu UU HKPD sebesar 10 persen, tetapi tak sedikit yang masih mematuhi UU PDRD dengan angka maksimal 35 persen. Pada akhirnya, Prianto menilai perbedaan ini menimbulkan kesenjangan antardaerah. Meski begitu, Prianto paham jika masih ada daerah yang belum menyesuaikan perdanya dengan UU HKPD. Pasalnya, uu yang baru terbit pada 2022 ini masih memberi kelonggaran dua tahun untuk transisi. Karena UU HKPD berlaku sejak 5 Januari 2022, maka peraturan pelaksananya, termasuk perda, punya waktu penerbitan paling lama hingga 4 Januari 2024.