Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menilai, regulasi yang menjamin informasi layak untuk anak perlu dibuat oleh pemerintah. Tentu melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sehingga dapat melindungi anak dari konten berbahaya di media sosial. Menurut Kawiyan, Undang-Undang (UU) atau regulasi lain terkait perlindungan anak dari ancaman pornografi yang sudah ada saat ini sebetulnya sudah cukup lengkap. Meski begitu, masih terdapat aspek-aspek yang belum sempurna dan masih harus ditunjang dengan peraturan komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Kawiyan mengingatkan bahwa anak-anak yang tumbuh di masa sekarang, terutama yang melek digital, berpotensi terkena paparan konten pornografi melalui dunia maya. Dia mengandaikan media sosial seperti hutan belantara yang tidak hanya menyediakan informasi-informasi positif tetapi juga hal-hal berbahaya yang bisa membawa dampak negatif pada anak. KPAI mencatat, kasus pada anak yang menjadi korban kejahatan pornografi dan dunia maya menempati posisi kelima dalam klaster perlindungan khusus anak. Berdasarkan data KPAI periode Januari hingga Oktober 2023, terdapat 25 aduan yang masuk terkait kasus tersebut.
KPAI juga telah melakukan pengawasan pada sejumlah kasus di subklaster anak korban pornografi dan kejahatan siber. Salah satunya termasuk kasus eksploitasi seksual melalui panggilan video yang terjadi di Lampung Tengah. Kawiyan mengatakan anak-anak yang bermukim di luar pulau Jawa juga tidak menjamin bahwa mereka aman dari dampak negatif teknologi komunikasi. Menurut temuan KPAI, masih ada anak-anak yang menjadi korban pornografi dan kejahatan siber (cybercrime) di beberapa daerah.