Desakan agar Anwar Usman mundur sebagai hakim konstitusi terus bergulir. Desakan itu disuarakan sejumlah pihak, dari tokoh agama, aktivis, maupun politisi. Ketua Tanfizidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Wahid misalnya, yang meminta agar pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat itu berhenti jadi Hakim MK. Adapun Majelis Kehormatan MK (MKMK) telah menetapkan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim konstitusi terkait putusan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon wakil presiden.
Keputusan itu melanggengkan ponakannya, Gibran Rakabuming Raka mendaftar sebagai calon wakil presiden (cawapres). Atas pelanggaran itu, Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Namun Anwar Usman yang telah terbukti melakukan pelanggaran itu berkilah difitnah. Ia melawan dengan menyebut tuduhan yang telah terbukti itu sebagai fitnah yang keji. Anwar mengeklaim bahwa dirinya telah mendapatkan kabar soal skenario politisasi dengan menjadikannya obyek dalam putusan MK tersebut, termasuk soal rencana pembentukan MKMK. Alissa melanjutkan, sulit mengharapkan mekanisme legal formal untuk memecat Anwar Usman sebagai hakim MK.
Sementara itu, Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom mengatakan, selayaknya seorang yang mengerti etika lebih di atas hukum, Anwar Usman seharusnya mundur dari Hakim MK. Sedangkan Direktur Eksekutif PVRI Yansen Dinata menuturkan, Anwar Usman seharusnya tak lagi jadi Hakim MK karena bisa memberikan pengaruh nepotisme. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid menilai, jika Anwar masih bercokol di MK akan menjadi penghalang imparsilitas MK. Ia meminta Anwar Usman segera mundur.