Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan hakim konstitusi bisa diberi sanksi pemberhentian jika terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku dalam memeriksa dan memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sanksi tersebut telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023. Jimly mengatakan, opsi pemberhentian terdiri atas pemberhentian dengan tidak hormat, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian bukan sebagai anggota hakim konstitusi, tetapi sebagai ketua.
Selain itu, ada dua opsi sanksi lain yaitu peringatan dan teguran. Sanksi peringatan tidak diuraikan secara rinci, namun variasinya bisa banyak, yakni bisa berupa peringatan biasa, peringatan keras, dan peringatan sangat keras. “Itu tidak ditentukan di dalam PMK, tapi variasinya mungkin dilakukan,” sambung Jimly. Kemudian terkait opsi teguran, itu terdiri atas teguran tertulis dan teguran lisan. Dia mencontohkan, teguran disampaikan secara lisan bersamaan dengan penyampaian putusan sehingga tidak lagi memerlukan surat khusus secara tertulis. Namun, ia menambahkan, apabila para hakim konstitusi tidak terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan, mereka akan direhabilitasi.
Jimly mengatakan pihaknya tengah mengusut laporan masyarakat yang diterima. MKMK diketahui tengah memeriksa para pelapor dan sembilan hakim konstitusi. MKMK telah memeriksa tiga hakim terlapor pada Selasa petang, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih. Kemudian, dijadwalkan akan memeriksa Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, dan Suhartoyo pada hari ini, Rabu (1/11).