Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menilai ada penggunaan kekuatan aparat yang dianggap berlebihan dalam penanganan konflik di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian mengatakan, pihaknya sepakat dengan KontraS yang telah melakukan audiensi dengan masyarakat Pulau Rempang dan menemukan hal yang sama soal penggunaan kekuatan aparat dalam konflik di sana.
Saurlin mengatakan, konflik di Pulau Rempang sudah sangat terbuka informasinya. Presiden Joko Widodo juga telah menyampaikan keprihatinannya. Namun ia mengatakan masih was-was dengan adanya ancaman eskalasi yang jauh lebih besar pada 28 September 2023. Tanggal tersebut sebelumnya diungkapkan sebagai tenggat agar warga Pulau Rempang mengosongkan area yang akan dijadikan proyek strategis nasional Rempang Eco-City. Dalam tenggat itu sebelumnya disampaikan akan ada tindakan yang sangat serius kepada masyarakat yang menolak relokasi. Artinya, kata Saurlin, hal ini bisa menimbulkan sesuatu yang lebih dinamis dibandingkan pada 7 September 2023 lalu. Jika pada tanggal 7 masih di pintu masuk, maka kata Saurlin, tanggal 28 bukan hanya di pintu masuk, namun di seluruh kampung akan terjadi pengangkatan paksa, pembawaan paksa, dan sebagainya untuk mengosongkan lokasi.
Komnas HAM dalam pantauannya di Pulau Rempang sempat menemukan selongsong gas air mata di atap salah satu sekolah di sana. Saurlin mengakui timnya menemukan selongsong gas air mata itu di atap sekolah. Namun yang jadi pertanyaan kenapa benda itu masih ada di sana padahal saat ditemukan Komnas HAM, peristiwa bentrokan itu telah terjadi beberapa hari sebelumnya.