Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menentang sikap Menteri Keuangan Sri Mulyani soal pajak minimum global (GMT) 15 persen. Bahlil menilai GMT akal-akalan negara maju untuk menghambat hilirisasi Indonesia. Dalam ASEAN Economic Ministers (AEM) Meeting di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (19/8), Bahlil menilai GMT hanya akan menguntungkan negara maju dan penerapan pajak 15 persen itu belum apple to apple antara negara maju dan berkembang.
Bahlil menilai GMT bakal berdampak terhadap insentif investasi, termasuk tax holiday. Padahal, kata dia, negara berkembang seperti Indonesia masih butuh pemanis untuk menarik masuk dana segar dari investor asing. Ia menyebut bila Indonesia ikut-ikutan menerapkan pajak minimum global, program hilirisasi yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa terganggu. Bahlil khawatir investor negara maju bakal kabur dan memilih berinvestasi di negaranya sendiri. Menteri Ekonomi dan Keuangan Brunei Darussalam Dato Amin Liew Abdullah juga tak setuju dengan aturan GMT 15 persen. Menurutnya, pajak ini akan membuat persaingan global semakin tidak seimbang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyebut Indonesia sedang bersiap menerapkan pajak minimum global tersebut. GMT 15 persen ini digagas pertama kali oleh kelompok negara maju alias G7. Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan kepada CNBC Indonesia bahwa pemerintah sudah mengakomodasi aturan GMT 15 persen ini dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kendati demikian, ia mengakui bahwa penerapan GMT pasti berpengaruh kepada pemberian insentif pajak, seperti tax holiday.