Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko buka suara mengenai anggapan bahwa prajurit aktif TNI hanya mau menduduki jabatan sipil, tetapi ketika tersandung kasus korupsi tidak ingin tunduk kepada hukum sipil. Adapun sejumlah lembaga di Indonesia memang dipimpin oleh prajurit aktif TNI maupun personel polisi, bukan warga sipil. Contohnya adalah seperti Marsekal Madya Henri Alfiandi yang menduduki jabatan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Ketika Henri ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), TNI keberatan.
Agung mengatakan, media massa tidak pernah meliput bagaimana penanganan hukum di lingkungan TNI. Ia menegaskan bahwa TNI kerap memberi hukuman kepada para prajurit yang melanggar, bahkan sampai dipecat. Adapun porsi prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil dianggap perlu dievaluasi buntut kisruh penanganan kasus suap yang menyeret nama Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. Henri Alfiandi diketahui sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap pengadaan sejumlah proyek di Basarnas hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023.
Namun, polemik muncul setelahnya. Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI merasa, Henri yang berstatus prajurit TNI aktif harusnya diproses hukum oleh mereka, bukan oleh KPK kendati kepala Basarnas adalah jabatan sipil. KPK akhirnya menyerahkan status hukum Henri Alfiandi ke Puspom TNI. Belakangan, TNI sudah menetapkan Henri sebagai tersangka.