Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sepakat dengan usulan revisi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Usul revisi UU Peradilan Militer ini muncul setelah adanya polemik penanganan kasus dugaan suap yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. “Saya sependapat itu perlu segera dibahas,” kata Mahfud di Rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (2/8).
Mahfud menegaskan bakal mempertimbangkan usulan revisi UU Peradilan Militer tersebut. Menurutnya, saat ini revisi UU Peradilan Militer memang sudah ada di daftar program legislasi nasional (prolegnas) jangka panjang DPR RI. Sementara itu, Mahfud mengatakan penanganan dugaan kasus suap yang menyeret Henri Alfiandi dan Afri saat ini lebih tepat di pengadilan militer. Sebab, UU Peradilan Militer masih berlaku saat ini. Ia pun percaya Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dan pengadilan militer dapat objektif menangani kasus tersebut.
Elemen masyarakat sipil mengusulkan supaya pemerintah dan DPR segera merevisi UU Peradilan Militer usai dugaan kasus suap di Basarnas yang melibatkan prajurit TNI aktif. Penanganan kasus yang mulanya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga sempat menimbulkan kegaduhan. Puspom TNI tak terima karena KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan penetapan tersangka tanpa koordinasi. Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai kasus dugaan korupsi Basarnas seharusnya menjadi momentum bagi Pemerintah dan DPR merevisi UU Peradilan Militer. Ia mengatakan upaya revisi undang-undang itu sudah sejak awal reformasi, tetapi hingga kini belum juga berhasil.