Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) menyatakan bahwa Indonesia memiliki 93 persen dari total komponen pada baterai kendaraan bermotor listrik. Komponen dimaksud, dijelaskan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin Taufiek Bawazier merupakan produk nikel dan turunannya.
Produk turunan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan metode hydrometallurgy. Indonesia, lanjut Taufiek, saat ini sudah tiga smelter di Indonesia dengan metode hydrometallurgy yang beroperasi. “Ini ada tiga perusahaan yang beroperasi, yang konstruksi belum ada, dan FS ada 1. Dan inilah sebetulnya kapasitas nasional 950.000 ton yang bisa dimanfaatkan untuk paling tidak setelah pabrik baterai kita cukup kuat, ini bisa men-supply bahan baku nasional ke dalam ekosistem EV di dalam negeri,” ucapnya.
Taufiek mengaku, pihaknya telah memiliki hitung-hitungan kebutuhan nikel untuk baterai kendaraan listrik. Rinciannya, pada tahun 2025 dibutuhkan 25.133 ton, tahun 2030 sebanyak 37.699 ton, dan 2035 sebanyak 59.506 ton untuk memenuhi produksi baterai kendaraan listrik. “Dan itu dengan kapasitas nasional sebetulnya sudah mampu untuk di-supply. Ini yang perlu diperkuat lagi investasi pabrik baterai yang bisa mendukung ekosistem kita,” kata dia.