Direktur Jenderal HAM Ungkap Kontribusi Komnas HAM dalam 30 Tahun Terakhir

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, mengungkap sejumlah kontribusi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sejak didirikan pada 7 Juni 1993. Menurut dia, Komnas HAM patut mendapatkan perhatian lebih karena lembaga itu telah menjadi embrio kemunculan berbagai state auxiliary agencies atau lembaga-lembaga sampiran negara.

Dhahana mengatakan Komnas HAM dibentuk pada masa Orde Baru melalui Ketetapan Presiden Nomor 50 Tahun 1992. Pada Era Reformasi, kata dia, keberadaan Komnas HAM diperkuat dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. “Sejak saat itu, Komnas HAM diberikan kewenangan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat,” ujarnya. Komnas HAM, dia menambahkan, telah banyak berkontribusi positif dalam pemajuan HAM. Hal tersebut dapat dilihat pada semakin pahamnya masyarakat akan nilai-nilai HAM, banyaknya daerah yang sudah terapkan prinsip-prinsip HAM dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan human right city yang mendapat apresiasi dari dunia internasional.

Selain itu, dia menyebut beberapa dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu dan setelah 2000 telah berhasil dilakukan penyelidikan. Dari 12 kasus pelanggaran HAM berat, 4 kasus telah disidangkan, antara lain kasus Timor Timur, Abepura, Tanjung Priok, dan Paniai. “Sementara 12 kasus lain menunggu segera diselesaikan melalui pengadilan HAM atau penyelesaian nonyudisial,” ujarnya. Dalam penanganan pemulihan korban HAM secara nonyudisial, kata dia, Komnas HAM turut mendorong munculnya beberapa kebijakan. Di antaranya Kepres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Pelanggaran Nonyudisial HAM Berat Masa Lalu, Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat, dan Kepres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat.

Search