Perubahan iklim yang saat ini terjadi di seluruh dunia dapat berpotensi memicu kejadian bencana. Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto. “Terbukti dengan adanya perubahan iklim dapat meningkatkan frekuensi kejadian bencana dengan sangat dratis. Kemudian, tren kenaikan anomali suhu rata-rata global berbanding lurus dengan peningkatan frekuensi kejadian bencana,” kata Suharyanto dalam keterangannya, Senin (5/6/2023).
Sejak 2010-2022, kata Suharyanto, tren kenaikan jumlah kejadian bencana alam juga dialami Indonesia mencapai 82 persen. Lebih lanjut, Suharyanto menyebut pada lima bulan terakhir di 2023 sudah terjadi 1.675 kejadian bencana. Kejadian bencana tersebut didominasi dengan bencana hidrometeorologi sebesar 99,1 persen.
“Dengan rincian 92,5 persen adalah bencana hidrometeorologi basah dan 6,6 persen merupakan bencana hidrometeorologi kering. Sisanya merupakan bencana geologi dan vulkanologi,” ujar Suharyanto. Suharyanto menambahkan urbanisasi yang memberikan tekanan pada lingkungan di hilir menjadi permasalahan utama bencana hidrometeorologi basah. Menurutnya, urbanisasi juga dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dalam bentuk pembuangan asap kendaraan dan pabrik.