Eks komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto merasa pesimis dengan RUU Perampasan Aset meski sudah disahkan. Ia menduga selalu akan ada celah bagi pelaku kejahatan guna mengakali aturan. Bambang mengajak masyarakat tak menelan mentah-mentah isu pengesahan RUU Perampasan Aset. Ia khawatir pelaku kejahatan bisa mengubah laporan keuangannya guna mengakali RUU Perampasan Aset. Apalagi sampai ini RUU itu tak kunjung dibahas DPR RI.
Bambang menyampaikan upaya pemberantasan korupsi tak bisa berjalan parsial dengan mengandalkan RUU Perampasan Aset. Sebab RUU itu perlu didukung instrumen hukum lain agar berjalan efektif. Salah satunya penguatan dasar hukum Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Bagi penyelenggara negara, Bambang menyatakan sistem LHKPN yang bagus akan memaksimalkan RUU Perampasan Aset. Tapi kalau LHKPN-nya tak efektif dalam menunjukkan ketimpangan, maka Bambang pesimis RUU Perampasan Aset dapat direalisasi.
Selain itu, Bambang menyinggung semakin parahnya korupsi setelah reformasi berlalu 25 tahun. Padahal salah satu semangat reformasi ialah menciptakan pemerintahan yang bersih. Namun saat ini, Bambang menyayangkan korupsi kian merambang ke pelosok negeri. Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat presiden (surpres) beserta draft RUU Perampasan Aset ke DPR pada Kamis (4/5). Namun rancangan peraturan itu belum dibahas di DPR meski sudah masuk masa sidang sejak Selasa (16/5). RUU Perampasan Aset yang bakal dibahas pemerintah bersama DPR terdiri dari tujuh Bab dan 68 Pasal. Pembahasan RUU itu bakal melibatkan tujuh kementerian dan lembaga yaitu Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Kejaksaan Agung, Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).