Draf rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perampasan Aset mengatur aset tindak pidana yang dapat dirampas yakni aset yang bernilai minimal Rp100 juta. Dalam naskah Draf RUU yang diterima CNNIndonesia.com, ketentuan itu dituangkan dalam Pasal 6 Ayat 1 huruf a. “Aset tindak pidana yang dapat dirampas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),” demikian bunyi Pasal 6 Ayat 1 huruf a.
Pasal 5 Ayat 1 menyebutkan aset tindak pidana yang dapat dirampas meliputi aset hasil tindak pidana termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau korporasi, baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut. Kemudian, aset yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara, dan aset yang merupakan barang temuan yang diduga berasal dari tindak pidana. Selain itu, aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan aset tindak pidana yang diperoleh sejak berlakunya Undang-Undang ini. Selanjutnya, aset yang merupakan benda sitaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana atau yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 7 draf RUU Perampasan Aset, setidaknya ada empat keadaan perampasan aset dapat dilakukan. Pertama, tersangka atau terdakwa meninggal, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya. Kedua, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Ketiga, perkara pidananya tidak dapat disidangkan. Keempat, terdakwa telah diputus bersalah oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan di kemudian hari diketahui terdapat aset tindak pidana yang belum dirampas.