Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik sejumlah perubahan yang diusulkan lewat revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Revisi undang-undang tersebut tengah dibahas di internal Mabes TNI.
Menurut koalisi, berdasarkan draf yang tertuang dalam paparan pembahasan RUU TNI, terdapat sejumlah usulan perubahan pasal yang akan membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum, dan pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Koalisi berpendapat pemerintah sebaiknya meninjau ulang agenda revisi UU TNI karena tidak memiliki nilai urgensi. Selain itu, substansi perubahan yang diusulkan pemerintah dinilai bukan untuk memperkuat agenda reformasi TNI yang telah dijalankan sejak tahun 1998, tapi justru malah sebaliknya.
Hal pertama yang disoroti koalisi yaitu perubahan pada Pasal 3 Ayat (1) UU TNI. Pasal tersebut berbunyi, TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara berkedudukan di bawah presiden. Sementara dalam UU TNI saat ini, Pasal 3 berbunyi, dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah presiden. Menurut koalisi, ketentuan tentang kewenangan presiden dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer semestinya tetap dipertahankan. Koalisi berpendapat dihapusnya kewenangan pengerahan dan penggunaan TNI oleh presiden dalam UU TNI berbahaya karena akan menempatkan pengerahan dan penggunaan TNI di luar persetujuan dan kontrol presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Kedua, koalisi mengkritik perluasan dan penambahan jenis-jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Menurut koalisi, usulan perubahan Pasal 7 Ayat (2) dan Ayat (3) yang memperluas dan menambah cakupan OMSP menunjukkan paradigma dan keinginan politik untuk memperluas keterlibatan peran militer di luar sektor pertahanan negara. Ketiga, koalisi menyoroti perluasan jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif. Dalam Pasal 47 Ayat (2) yang diusulkan, prajurit aktif TNI bisa duduk di 18 kementerian lembaga, ditambah kementerian lain yang membutuhkan. Keempat, koalisi menyorot usulan perubahan pada pasal 65 ayat 2 yang dinilai memperkuat impunitas anggota militer yang melakukan tindak pidana umum.