Keluhan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dinilai sebatas gimik saat merasa kesulitan mengesahkan produk hukum, salah satunya seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya meminta supaya pemerintah terlebih dulu melobi ketua umum partai politik buat memuluskan langkah pembahasan RUU itu. Menurut Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Julius Ibrani, hingga saat ini pemerintah belum menyerahkan draf RUU Perampasan Aset belum diserahkan kepada DPR.
Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, pihaknya belum menerima naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Ia menyampaikan, DPR masih menunggu draf RUU yang merupakan inisiatif pemerintah tersebut dikirim ke Senayan. Ia menampik jika DPR dianggap sebagai pihak yang menghalangi proses pengesahan RUU tersebut. Menurut dia, para anggota dewan saat ini belum bisa melakukan pembahasan karena menunggu pemerintah. Ia mengeklaim, saat ini pemerintah tengah melakukan harmonisasi ke beberapa kementerian terkait naskah akademik dan draf RUU tersebut. RUU Perampasan Aset sangat dibutuhkan karena cara melakukan tindak pidana ekonomi, mulai dari korupsi hingga pencucian uang semakin beragam.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menyatatakan akan segera mendorong RUU Perampasan Aset untuk disahkan oleh DPR. Ia ingin beleid itu kian memudahkan proses penindakan tindak pidana korupsi. Namun, dikutip dari Kompas.id pada 31 Maret 2023, dari enam pimpinan instansi yang dimintai persetujuan draft RUU, baru tiga yang sudah memberikan persetujuan. Ketiganya adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly; serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Di sisi lain, tiga pimpinan instansi yang belum menandatangani adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.