Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan akhirnya buka suara soal ‘nyanyian’ dugaan tindak pidana pencucian uang dan transaksi mencurigakan Rp189 triliun terkait penjualan emas batangan impor yang diungkap oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Mahfud MD beberapa waktu lalu. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan asal-usul transaksi mencurigakan Rp189 triliun yang diungkap Mahfud MD tersebut. Ia menjelaskan pada 2016 lalu, petugas Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai di Soekarno Hatta melakukan penindakan terhadap 1 perusahaan yang melakukan eksportasi emas.
Kala itu, pihaknya menemukan 218 kg emas senilai US$6,8 juta yang diduga eksportasinya pelanggaran kepabeanan. Bentuk pelanggaran; emas tersebut disebut perhiasan, tapi ternyata berupa emas batangan (ingot). Pihaknya kemudian menyelidiki kasus itu. Setelah berkas perkara lengkap (P21), satu tersangka perorangan kemudian dibawa ke pengadilan. Namun, pada 2017, Bea Cukai kalah dalam sidang usai pengadilan menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana.
Selang beberapa bulan, pihaknya kembali melakukan kasasi. Kali ini, pihaknya menang dan tersangka mendapatkan sanksi pidana 6 bulan serta denda Rp2,3 miliar, perusahaan terlibat juga dikenakan denda Rp500 juta. Namun, tersangka melakukan peninjauan kembali (PK) pada 2019. Hasilnya, Bea Cukai kembali kalah sehingga terlapor dinyatakan tidak melakukan tindak pidana. Pada 2020, pihaknya kembali melakukan asesmen terhadap 9 entitas wajib pajak badan yang melakukan eksportasi emas senilai total Rp189 triliun. Belajar dari hasil PK kasus 2016, hasil asesmen tersebut akhirnya diputuskan tidak ada pelanggaran kepabeanan.