Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Hukum dan Pendidikan Mohamad Syafi Alielha menilai, permintaan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) terlalu berlebihan. Menurut dia, tuntutan tersebut justru menunjukkan keserakahan atas kekuasaan. Dia menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengurusi 200 juta orang lebih dari Sabang sampai Merauke saja, berdasarkan semangat reformasi, dibatasi hanya dua periode dengan masa jabatan per periode lima tahun. Menurut Mohamad Syafi, pengaturan masa jabatan kades pada undang-undang saat ini sudah lebih dari cukup.
Sementara itu, analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Power, Ikhwan Arif, menilai, wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa sangat kental dengan muatan politis, terutama dalam menyambut Pemilu 2024. Ia melihat ada hasrat penguasa di daerah untuk melanggengkan kekuasaannya, tapi urgensinya tidak jelas. Ikhwan khawatir, jika wacana ini akan disetujui DPR dan pemerintah, akan menjadi alat politik. Sebab, kata dia, potensi besar wacana ini diterima karena waktunya sangat dekat dengan Pemilu 2024. Menurut Ikhwan, kades punya pengaruh besar dalam konstelasi pemilu.
Tuntutan kades beberapa waktu lalu yang meminta perpanjangan masa jabatan tak sepenuhnya disetujui pemimpin desa yang lain di Tanah Air. Beberapa kades menilai, perpanjangan satu periode masa jabatan dari enam menjadi sembilan tahun justru banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Kades Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Lukmanul Hakim, mengatakan, masa jabatan kepala desa enam tahun dalam satu periode sudah cukup. Menurutnya, masa jabatan sembilan tahun untuk satu periode terlalu lama. Apalagi ketika kades tersebut tidak sesuai dengan harapan masyarakat.