Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP yang baru disahkan oleh DPR RI mulai disosialisasikan ke beberapa kampus di Indonesia. Salah satu kampus yang dituju kali ini adalah Universitas Sumatra Utara alias USU dengan pihak penyelenggara Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI). Dalam sosialisasi tersebut, beberapa pakar hukum dari kampus dilibatkan, salah satunya pakar hukum pidana Universtas Gadjah Mada (UGM), Marcus Priyo Gunarto. Marcus menyebut KUHP baru mengalami perubahan paradigma yang menyebut bahwa pidana digunakan untuk memerangi kejahatan.
Selain Marcus, Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Pujiyono, juga turut dilibatkan. Ia menjelaskan urgensi dari penyusunan KUHP baru agar sesuai dengan nilai-nilai yang melekat pada NKRI. Pada kesempatan yang sama, akademisi Universitas Indonesia Surastini Fitriasih, mengatakan KUHP baru buatan bangsa ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur hukum pidana yang sesuai nilai-nilai Indonesia. Ia menyampaikan, sebelum disahkannya KUHP baru, terdapat 14 isu krusial tentang hukum pidana. Namun, setelah disahkannya KUHP tersisa 10 isu krusial yang masih berlaku di KUHP baru. Salah satu isu krusial yang ada di KUHP baru adalah living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat. Ia mengatakan hukum adat itu berlaku di tempat hukum itu hidup sepanjang tidak diatur dalam KUHP. Namun, jika KUHP sudah mengatur hukum suatu wilayah, ia menjelaskan, maka yang berlaku adalah KUHP.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan bakal mensosialisasikan KUHP Baru selama tiga tahun, sebelum akhirnya efektif berlaku sejak disahkan pada awal Desember 2022. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menyebut pihaknya bakal membentuk tim khusus untuk mensosialisasikan aturan itu. Sosialisasi KUHP baru ini juga bakal dilakukan kepada para akademisi di kampus dan komunitas yang memerlukan pemahaman soal aturan tersebut. Yasonna menyebut KUHP ini bakal berbeda dari sebelumnya, karena buatan asli anak bangsa.