Serikat Petani Indonesia atau SPI menanggapi soal impor 200 ribu ton beras yang siap dilakukan pemerintah bulan ini. Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI, Mujahid Widian menyayangkan langkah tersebut, karena dikhawatirkan akan menurunkan nilai tukar petani (NTP) yang saat ini sedang menunjukan tren positif selama empat bulan terakhir.
Ia menilai impor beras yang dilakukan pemerintah karena cadangan beras di Bulog tiris adalah bentuk dari belum ditanganinya persoalan pangan di Indonesia secara komprehensif. Pasalnya, permasalahannya sama dan terjadi berulang kali, yaitu soal perbedaan data antara kementerian maupun lembaga. Padahal menurutnya, persoalan ini sudah diantisipasi dengan perbaikan-perbaikan data, seperti penggunaan data tunggal, sehingga terhindari dari tarik-menarik kepentingan.
Persoalan cadangan beras pemerintah, ucap Mujahid, seharusnya dapat diantisipasi lebih baik dengan melakukan beberapa perubahan kebijakan. Pertama adalah perubahan harga pembelian pemerintah (HPP). Menurut dia HPP sudah tidak relevan dan harus segera direvisi. Pasalnya, harga saat ini beserta persyaratan penyerapan Bulog yang cukup ketat membuat petani lebih memilih menjual tengkulak dibandingkan kepada Bulog. Kedua, soal ketersediaan lahan pangan di Indonesia. Indonesia dinilai sedang dihadapkan pada laju konversi lahan pangan yang masif, oleh karenanya perlu upaya serius untuk mempertahankan lahan pangan yang ada. Meski ada UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, ia menilai implementasinya sangat lamban.