Badan Kesehatan Dunia (WHO) meminta Pemerintah Indonesia untuk mulai mencermati resistensi antimikroba (AMR) guna menghindari terjadinya infeksi atau penyakit sulit diobati dan menekan kematian akibat AMR. Kondisi AMR pasalnya membuat infeksi sulit diobati. Technical Officer (AMR) WHO Indonesia Mukta Sharma, Rabu (12/10/2022) menjelaskan AMR dapat terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit berubah dari waktu ke waktu dan tidak lagi merespons obat-obatan. Hal itu membuat infeksi lebih sulit untuk diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, penyakit parah, dan kematian.
Alasan Indonesia perlu mulai mewaspadai AMR adalah berkaca pada situasi global, setidaknya setiap tiga menit, seorang anak meninggal karena sepsis karena infeksi yang kebal antibiotik. Satu dari lima kematian yang disebabkan oleh AMR terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun dan seringkali karena infeksi yang sebelumnya dapat diobati. Kemudian hampir 1,3 juta kematian secara langsung disebabkan oleh AMR bakteri dan hampir lima juta kematian terkait dengan AMR bakteri. AMR dapat mendorong kemunduran pengetahuan medis 10-20 mendatang atau kembali pada saat dunia belum menemukan antibiotik. Hal lain yang ditimbulkan adalah AMR mampu membuat tindak operasi hilang karena resistensi yang diderita pasien.
Guna mengurangi kebutuhan antimikroba sekaligus meminimalisir munculnya AMR, Mukta menyarankan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mulai memastikan penggunaan antibiotik secara rasional yang mengakui mereka sebagai sumber daya berharga. Pemerintah juga disarankan untuk memperkuat pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan, peternakan, dan tempat industri makanan. Selain itu, memastikan akses ke vaksinasi untuk penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Kemudian pemerintah dapat menerapkan praktik baik dalam produksi pangan, perikanan, dan pertanian sembari memperkuat pendekatan one health pada kementerian/lembaga dan stakeholder terkait.