Penembakan gas air mata ke tribun Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022 diduga dilakukan tanpa persiapan yang memadai, termasuk dalam hal kesiapan medis. Sebagai informasi, buntut dari tembakan gas air mata yang dilontarkan polisi ke tribun selatan stadion tersebut, sedikitnya 131 orang tewas akibat berdesakan ke luar stadion dalam keadaan sesak napas. Direktur Lokataru, Haris Azhar menyebutkan bahwa jika tembakan gas air mata ditujukan untuk memukul mundur massa, maka pemetaan dampaknya harus sudah dilakukan.
Risiko Tinggi Pemetaan dampak ini tidak ditemukan, menurutnya, baik dalam kenyataan yang ditemukan di lapangan maupun keterangan tertulis. Lokataru bersama dengan sejumlah elemen sipil, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tengah menempuh investigasi independen atas tragedi stadion terburuk kedua sepanjang sejarah olahraga modern di dunia itu.
Ia menambahkan, satu orang saksi yang dimintai keterangan oleh mereka mengaku hanya diberikan air ketika dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Hasil investigasi sejauh ini oleh Lokataru cs, tidak terdapat pertolongan segera, baik oleh aparat kepolisian maupun panitia pelaksana, ketika gas air mata ditembakkan. Terlebih, sejumlah pintu keluar tribun selatan Stadion Kanjuruhan justru dalam keadaan terkunci ketika para suporter berebut keluar stadion. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa para pemangku kepentingan tidak mempersiapkan konsekuensi tembakan gas air mata oleh aparat.