Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid menilai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 terkait Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Non-Yudisial, tidak sesuai dengan standar hukum internasional. Menurut Usman, Keppres tersebut hanya melakukan pendekatan rehabilitasi saja terhadap korban pelanggaran HAM berat.
Empat kewajiban negara terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM berat sesuai standar HAM internasional yaitu yang pertama adalah melakukan investigasi yang menghadirkan kebenaran peristiwa. Kedua, negara wajib menghukum pelaku untuk menjamin tidak ada lagi kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pelaku yang sama. Ketiga, negara harus memberikan semacam pemulihan hak yang telah hilang yang akan sangat bergantung dari kondisi korban sebelum hak mereka dilanggar. Dan yang terakhir, negara harus menjamin adalah hak atas kepuasan bagi keluarga korban.
Menurut Usman, poin terakhir ini penting untuk jaminan ketidakberulangan kasus pelanggaran HAM berat di masa depan. Dalam Keppres yang diterbitkan Jokowi 26 Agustus itu, tak memuat empat hal tersebut. Adapun rehabilitasi adalah bagian kecil dari poin ketiga yang dijabarkan Usman. Sebagai informasi Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.