Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa pemerintah perlu melibatkan pihaknya dalam pembentukan RUU Kesehatan (Omnibus Law). Tak hanya IDI, Organisasi Profesi (OP) lain termasuk Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan sikap yang sama. Ketua IDI Adib Khumaidi memberikan pernyataan sikap ini sebab dirinya mengaku pihaknya belum mendapatkan draf Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023. Menurut Adib, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan perlu ditingkatkan. Ini termasuk peningkatan pelayanan, infrastruktur, dan kemandirian ketahanan kesehatan. Organisasi profesi kesehatan juga khawatir, lahirnya RUU Kesehatan Omibus Law akan membuat undang-undang kesehatan yang sudah ada malah dihapuskan.
Adapun isi dari sikap IDI serta organisasi profesi kesehatan lain yaitu, kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga. Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.
Hal paling penting saat ini yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan. Masih banyak tantangan yang belum tuntas diatasi. Misalnya TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar. Pembiayaan kesehatan melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus melibatkan stakeholder dan masyarakat. Ini termasuk pula pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber.