Hari ini tepat 24 tahun lalu terjadi Tragedi Trisakti yang memilukan. 4 Mahasiswa Universitas Trisakti tewas akibat ditembak aparat keamanan ketika hendak membubarkan diri usai menggelar aksi unjuk rasa damai karena dampak krisis finansial sepanjang 1997 sampai 1999. Kematian keempat mahasiswa Trisakti itu kemudian memantik peristiwa Reformasi 1998 yang membuat Presiden Soeharto memutuskan berhenti dari jabatannya. Akan tetapi, di sisi lain pergantian rezim dari Orde Baru juga diwarnai aksi kerusuhan yang meletup di DKI Jakarta, yang menewaskan ribuan orang.
Pada 2001, Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan dari bukti-bukti permulaan yang cukup telah terjadi pelanggaran berat HAM dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I (8-4 November 1998), dan Semanggi II (September 1999). Hasil penyelidikan Komnas HAM juga disampaikan kepada Kejaksaan Agung supaya segera diselidiki pada April 2002. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada titik terang. Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada 6 orang perwira pertama Polri.
Akan tetapi, para komandan sampai saat ini tetap tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Mengharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuktikan janji menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM seakan hanya angan-angan. Salah satu janji Jokowi dalam visi misi Nawa Cita adalah untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM termasuk Kerusuhan Mei, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Peristiwa Talangsari-Lampung, Peristiwa Tanjung Priok, dan Tragedi 1965. Namun, sampai hari ini satu pun belum terbukti.