Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menjadi satu-satunya pihak yang menolak pengambilan keputusan tingkat I terhadap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), yang merupakan bagian dari perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja. Pasalnya, revisi undang-undang tersebut memuat metode omnibus tak diatur syarat penggunaannya dalam pembentukan perundang-undangan. “Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyatakan belum dapat menyetujui rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan menjadi undang-undang,” ujar anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa dalam rapat pleno Baleg, Rabu (13/4/2022) malam.
Fraksi PKS, jelas Ledia, menilai bahwa metode omnibus seharusnya bertujuan mereformasi proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Karenanya, harus ada sejumlah syarat penggunaan metode tersebut dalam revisi UU PPP, agar tetap menjamin adanya kepastian hukum dan meningkatkan kualitas legislasi.
Pertama, metode omnibus hanya dapat digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan adanya urgensi tertentu yang melibatkan beberapa peraturan dalam satu topik khusus tertentu atau klaster. Hal ini agar penyusunan peraturan perundangan tersebut fokus hanya berkaitan dengan satu tema spesifik. Kedua, diperlukannya pengaturan tentang alokasi waktu yang memadai untuk penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Agar penyusunannya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa dengan mengabaikan partisipasi publik.