Keindonesiaan Kita dalam Perspektif Sains Metamaterial

Pluralisme dalam kesatuan Indonesia sebagaimana semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika serasa dihadapkan pada usikan tanpa henti. Ujaran kebencian dan prilaku tidak terpuji berkonotasi SARA, bahkan oleh mereka yang tergolong memiliki kadar intelektualitas tinggi, begitu mudah ditemukan. Ujaran kebencian ini mudah terbaca di laman media, menjadi jelaga yang menyesaki kesadaran kita sebagai bangsa dalam beberapa tahun terakhir ini. Keselarasan atau koherensi selalu berkait dengan keadaan suatu kaum, himpunan, dan bahkan bangsa yang terbentuk dari relasi pertautan beragam unsur penyusun dengan masing-masing ciri dan keunikan spesifik. Laksana spektrum dalam perspektif sains, kadar keselarasan antarspektrum ditentukan oleh sedikit banyaknya kesamaan elemen penyusun. Similaritas yang tinggi menghasilkan nilai koherensi yang tinggi pula. Sebuah keadaan yang tentu bersifat analogi terhadap keselarasan antar kaum. Kian banyak penciri bersama, semakin kuat relasi antar kaum. Nilai-nilai dan makna yang tertelusur dalam riwayat sejarah serta dapat dibuktikan sahih secara saintifik adalah sesuatu yang menguatkan keyakinan untuk menerima pluralisme berbangsa sebagai kesadaran pengakuan kolektif. Nilai-nilai dan makna tersebut bisa menjamin beragam keunikan dalam ikatan kelompok sebagai bangsa beradab.

Secara etimologi, metamaterial tersusun atas kata meta dan material. Kata meta bermakna beyond, sehingga metamaterial bermakna sebagai material artifisial dengan sifat spesifik yang tidak ditemukan secara alami. Adalah Jagadish Chandra Bose, fisikawan India yang dikenal sebagai peletak ide dasarnya tahun 1898, lalu diteruskan Karl Ferdinand Lindmand tahun 1914. Wujud aktualnya disajikan Winston E Kock pada tahun 1948, meski formulasi teoretiknya baru muncul dalam karya fisikawan Russia Victor G Vaselago di jurnal ilmiah Soviet Physics Uspekhi tahun 1968. Perkembangan pesat menyusul sesudahnya. Salah satunya oleh fisikawan Inggris John B Pendry yang kemudian bersama Victor G Vaselago dihormati sebagai pionir metamaterial. Metamaterial adalah fakta sisi lain dari ayat semesta yang tak dapat dibaca dengan cara dan pengetahuan biasa. Sesuatu yang justru menjadi alat bedah pembuktian bahwa bangsa kita telah diberkati dengan kekayaan ragam kearifan budaya. Motif batik kawung tidak saja menyajikan kebenaran makna filosofis dan simbol kekuatan interaksi sosial masyarakat, lebih dari itu, bahkan menegaskan kesesuaian diri dengan sifat semesta, bahwa keberagaman adalah keniscayaan hukum alam.

Dalam konteks keindonesiaan kita saat ini yang sedemikian terusik dengan arus ujaran kebencian, pluralisme harus diterima sebagai agregat penguat berkah. Sebuah isyarat bijaksana yang telah terpatri sejak masa lampau yang secara luar biasa diselipkan dalam wujud pesan simbolik tersembunyi untuk diungkap dengan pisau pengetahuan dan baiknya akal budi. Temuan itu mengindikasikan betapa tajam kekuatan olah batin para empu di masa silam. Mereka sedemikian jitu mengemas isyarat kearifan dalam algoritma pengodean visual canggih, meski tak pernah sama sekali bersentuhan dengan transformasi Fourier yang menjadi pisau bedah ilmuwan masa kini. Kebenaran yang elok untuk kita jadikan penguat kesadaran Keindonesiaan, bahwa pluralisme Indonesia adalah keniscayaan hukum alam. Nilai budaya adiluhung bangsa adalah buah tempaan kecendekiaan dan kearifan paripurna.

Search