Mengutip pemberitaan di media, perkembangan kelas menengah menjadi salah satu kunci pertumbuhan ekonomi dan kemajuan Indonesia. Bank Dunia mencatat, ada sebanyak 45% populasi atau 115 juta orang yang berpotensi naik status menjadi kelas menengah di Indonesia dan menjadi motor perekonomian Indonesia ke depan. Dalam periode 15 tahun terakhir, jumlah populasi kelas menengah Indonesia naik dari 7% menjadi 20% atau sekitar 52 juta orang. Ada hal unik dari pertumbuhan kelas menengah di Indonesia. Selain mereka punya gairah yang tinggi untuk menikmati hidup dengan caranya masing-masing, ternyata kesadaran beragama juga muncul. Tentu dengan berbagai tingkatan.
Data di media dari akhir 2018 hingga Maret 2021 menunjukkan bahwa jumlah tabungan di bank syariah naik 80%, melampaui pertumbuhan 18% di bank konvensional. Statistik lapangan kerja di bank konvensional turun secara bertahap. Gerakan antiriba mendorong sebagian orang menghindari bank konvensional, untuk bekerja sekalipun. Tak terkecuali dengan pilihan pendidikan bagi putra-putrinya. Umumnya, kelas menengah-atas ingin memberikan pendidikan terbaik kepada putra-putrinya. Tidak saja ingin memberi gizi, liburan, dan kenyamanan hidup yang prima. Bentuk pemberian pendidikan terbaik menurut versi mereka adalah ada tambahan bekal agama. Mereka ingin anaknya punya bekal agama. Mereka tidak ingin anaknya seperti orang tuanya dulu yang menempuh pendidikan dari SD, SMP, SMA, lalu perguruan tinggi.
Pendapat para ahli menyatakan bahwa sebelum negara-negara maju tersebut meraih kemajuan, mereka diberi bonus demografis dulu oleh Allah SWT lalu bonus itu dikelola dengan benar. Sebaliknya, jika bonus demografis itu salah kelola, maka ia akan menjadi ancaman besar bagi bangsa dan negara. Sebagaimana diingatkan oleh Jenderal Sudirman, jika orang-orang baik itu diam, tidak melakukan sesuatu, maka kepemimpinan generasi ke depan itu akan dikuasi oleh orang-orang yang tidak baik. Ini logis. Bahkan jauh sebelumnya Sayyidina Ali bahkan sudah mengingatkan bahwa kebenaran yang tidak dikelola dengan baik itu akan dikalahkan oleh kejahatan yang dikelola secara jitu. Secara hakikat tentu hanya Allah yang tahu. Tetapi sebagai proses ijtihad, dan berdasarkan petunjuk wahyu, ilmu dan pengalaman, yang paling inti adalah pemimpin yang memiliki nilai-nilai kokoh di dalam dirinya. Nilai-nilai itu akan menghantarkannya untuk menjadi orang yang jujur, bertanggung jawab dan berhikmat kepada kepentingan umat dan bangsa.