Pemerintah resmi mengunggah dokumen Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Sejumlah aturan menjadi sorotan, salah satunya soal bentuk otorita sebagaimana Pasal 4 ayat 1 huruf b. Otorita sebut sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Poin lain yang menjadi sorotan, yaitu: kewenangan dan urusan pemerintahan sesuai Pasal 12; serta pemilihan umum di ibu kota hanya melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden, serta DPR dan DPD sebagaimana diatur dalam Pasal 13.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administasi Universitas Indonesia (UI) Irfan Ridwan Maksum menilai UU IKN berpotensi kuat bermasalah. Sebab, Indonesia tidak bisa lagi menerapkan konsep otorita karena pemerintah sudah mengamandemen UUD 1945 yang menjadi dasar pembentukan otorita sesuai UU No. 3 tahun 2022. “Itu boleh, di Undang-Undang Dasar lama. Undang-Undang Dasar baru yang Pasal 18A atau 18 itu tidak diakui bahwa ada sejengkal tanah tanpa otonomi,” kata Irfan. Irfan menambahkan, “Di UUD baru penjelasannya enggak ada, Undang-Undang Dasar kita, kan, tidak mengakui ada penjelasan kembali dan jelas clear cut bahwa seluruh jengkal wilayah RI dari Sabang sampai Merauke harus ada otonomi,” kata Irfan.
Berdasarkan sudut pandang tersebut, IKN sudah berpotensi melanggar undang-undang yang ada. Hal ini berbeda dengan Amerika, Australia maupun Malaysia yang bisa memindahkan ibu kota karena UUD mereka membolehkan pemindahan ibu kota dengan konsep tersebut.