Keputusan pemerintah mengembalikan program Jaminan Hari Tua ke fungsi awalnya sebagai tabungan masa tua dinilai terlalu terburu-buru. Sebelum mengubah aturan itu, pemerintah seharusnya terlebih dahulu mengevaluasi dan memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebagai program tunjangan pengangguran yang baru.
Aturan sebelumnya, Permenaker No 19/2015, yang memungkinkan pekerja peserta BP Jamsostek mengklaim tabungan JHT-nya satu bulan seusai mengundurkan diri (resign) atau seusai mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).Aturan tersebut diubah dengan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, aturan tersebut menyatakan tabungan JHT baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun (usia pensiun), meninggal dunia, cacat total tetap, atau ketika berganti kewarganegaraan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, JHT memang ditujukan untuk tabungan masa tua. Meski demikian, keputusan mengembalikan JHT pada khitahnya itu tidak tepat dilakukan sekarang. Di tengah situasi yang serba tidak pasti akibat pandemi, disrupsi sektor ketenagakerjaan, serta tergerusnya kesejahteraan dan hak-hak pekerja, kebijakan itu dinilai kurang sensitif dengan kebutuhan masyarakat, khususnya yang berpenghasilan menengah ke bawah.