Revitalisasi Lumbung untuk Mendukung Ketahanan dan Kedaulatan Pangan

[dropcap]K[/dropcap]etahanan pangan Indonesia terus diuji oleh berbagai tantangan terkait perubahan iklim, degradasi ekosistem hingga carut-marut kelembagaan. Dampaknya, ketersediaan pangan mengalami pasang surut dan akibatnya masih banyak daerah yang masuk dalam kategori rawan pangan sehingga angka gizi buruk hampir dapat ditemukan di setiap wilayah. Menghadapi situasi ini, langkah yang perlu diambil tidak hanya cukup dengan mendorong peningkatan produksi, namun juga diperlukan pengelolaan stok ketersediaan pangan.
Pengelolaan cadangan pangan atau stok pangan menjadi kunci dalam memastikan akses pangan masyarakat. Dalam perjalanan sejarah negeri ini, lumbung merupakan salah satu bentuk dan model kelembagaan pengelola cadangan pangan yang ada dan berkembang di masyarakat. Sejarah menunjukkan para petani dan masyarakat mampu menjaga ketersediaan pangan melalui lumbung. Setiap panen masyarakat menyimpan dan meminjam beras di lumbung. Dengan model ini, maka masyarakat dapat terhindar dari kerawanan pangan yang diakibatkan karena tidak adanya simpanan beras di rumah.
Perlahan namun pasti lumbung ditinggalkan. Sejak tahun 1980an, lumbung berguguran dan tidak lagi digunakan masyarakat sebagai lembaga cadangan pangannya. Hal ini dapat dipahami karena lumbung dengan model awal tersebut sudah tidak bisa lagi memenuhi tututan perkembangan saat ini. Lumbung yang dikelola dengan pendekatan sosial, dikelola dengan manajemen kekeluargaan tak bisa lagi adaptif dengan situasi terkini.
Melihat pentingnya peran lumbung yang tidak hanya sebagai penyedia dan penjaga stok pangan, serta potensi ekonomi yang dimilikinya maka revitalisasi lumbung menjadi mendesak dilakukan. Lumbung perlu didorong lebih kuat dalam aspek ekonomi agar dapat berperan sebagai penyangga harga sekaligus penyedia input pertanian. Dengan demikian, lumbung bisa berperan sebagai cadangan pangan sekaligus sebagai unit usaha masyarakat.
Peluang penguatan kembali lumbung pangan sangat terbuka dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Semangat UU Desa ini memungkinkan untuk tumbuh dan berkembangnya lembaga masyarakat seperti lumbung yang dalam prakteknya dapat menjadi bagian dari badan usaha desa.
Dalam rangka memahami urgensi lumbung dalam perannya sebagai penjaga cadangan pangan sekaligus medium pengembangan ekonomi masyarakat, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bapak Jan Darmadi mengadakan pertemuan terbatas untuk mendiskusikan hal ini lebih jauh dan mendalam pada Selasa, 28 Juni 2016 di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden.
Pertemuan yang diantaranya dihadiri oleh Profesor Riset Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian; Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor; dan Kepala Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar memiliki tujuan untuk mengetahui potensi dan tantangan dalam pengembangan lumbung pangan sebagai instrumen cadangan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa serta terpetakannya model pengembangan lumbung pangan di desa berdasarkan kerangka teoritis dan pengalaman lapangan. Pada akhirnya, diharapkan cita-cita pemerintah untuk tercapainya kedaulatan pangan dapat terwujud dan petani dapat menjadi mulia dan sejahtera. (NN).

Search