Jakarta – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Bapak Sidarto Danusubroto, menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo memiliki perhatian yang besar terhadap permasalahan hak asasi manusia (HAM).
“Presiden memiliki janji Nawacita butir pertama sebagai bentuk perlindungan kepada seluruh warga negara, Presiden juga senantiasa memeringati hari HAM.”
Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Sidarto Danusubroto saat menerima audiensi kelompok masyarakat sipil yang bergerak di bidang HAM di kantor Wantimpres, Kamis, 16 Juni 2016. Peserta audiensi dari organisasi non-pemerintah yang hadir ke Wantimpres, yaitu dari Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII), Human Rights Working Group (HRWG), dan Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa).
Damaria Pakpahan dari YPII menyampaikan perlunya negara memiliki strategi perlindungan dan manajemen keamanan bagai aktivis pembela HAM.
“Di tingkat global, secara umum pembela HAM telah diakui sebagai kelompok khusus yang harus dilindungi oleh negara,” kata Damaria.
Persoalan yang dikemukakan oleh Damaria adalah saat ini Indonesia belum memiliki kerangka hukum yang mengatur mengenai hal ini.
“Kita (pegiat dan pembela HAM-red) belum memiliki payung hukum yang mengatur perlindungan terhadap keselamatan diri pembela HAM, kalaupun ada sifatnya masih sektoral, misalnya perlindungan bagi aktivis lingkungan hidup dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009,” jelasnya.
Salah satu masukan yang disampaikan oleh Damaria adalah perlunya revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Pemerintah perlu melakukan perubahan UU Nomor 39/1999 tentang HAM dengan memasukkan pasal yang berkaitan dengan pembela HAM,” usul Damaria.
Menurut M. Hafiz dari HRWG isu perlindungan terhadap pembela HAM ini sudah selaras dengan perkembangan di tingkat global.
“Di level regional Eropa sudah terdapat panduan untuk perlindungan kepada pembela HAM sebagai mekanisme perlindungan yang cukup komprehensif,” jelas M. Hafiz.
Selain persoalan perlindungan dan keselamatan terhadap pembela HAM, Nurul Firmansyah dari HuMa menyampaikan isu penting terkait pengakuan negara atas hak ulayat.
“Secara hukum, negara sebetulnya mengakui adanya hak ulayat atau hak adat atas tanah. Namun, dalam praktik di lapangan, penegakan hukum kita masih lemah terhadap hal itu. Contoh kasus di beberapa daerah di Indonesia, seperti Riau atau Lampung, dimana sejumlah wilayah yang ditinggali masyarakat hukum adat sering dianggap ilegal untuk ditinggali,” ungkap Nurul.
Selain hal-hal tersebut, audiensi juga mendiskusikan mengenai sejumlah isu-isu untuk pemajuan dan pemenuhan HAM di Indonesia. (Yod)