Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai unsur tindak pidana korupsi dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid dan sembilan orang lainnya berkaitan dengan pemerasan, bukan suap. Modus pemerasan ini dilakukan oleh dua staf ahli atau orang kepercayaan Gubernur Riau terhadap pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
“Pihak-pihak dari swasta ini diduga adalah representasi dari kepala daerah yang bersangkutan sebagai tenaga ahli atau staf ahli,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025) malam. Dua pihak swasta yang dimaksud Budi adalah orang kepercayaan Gubernur Riau Abdul Wahid yang juga ikut terjaring OTT, yakni adalah Tata Maulana (TM) dan Dani M Nursalam (DMN). Keduanya memiliki hubungan keorganisasian partai politik dengan Abdul Wahid, yakni sama-sama kader PKB dan pengurus DPW PKB Provinsi Riau. Budi mengatakan, dua orang kepercayaan gubernur Riau tersebut diduga terlibat dalam tindakan pemerasan terhadap Dinas PUPR, khususnya terkait jatah penambahan anggaran.
Budi mengatakan jatah penambahan anggaran tersebut diduga diarahkan untuk proyek-proyek tertentu. Hanya saja, Budi enggan membeberkan detail proyek yang dimaksud karena masih dalam tahap penyidikan. Modus pemerasan ini, kata Budi, dikenal dengan istilah “japrem” atau jatah preman.
