Transformasi BUMN Berpotensi Memunculkan Masalah Baru

Transformasi Kementerian BUMN menjadi Badan Penyelenggara BUMN (BP BUMN) dinilai sebagai langkah besar dalam pengelolaan perusahaan pelat merah. Perubahan itu tidak hanya sekadar peralihan struktur birokrasi, tetapi juga menandai pergeseran paradigma menuju model korporatis yang lebih profesional.

Menurut pengamat politik dari Citra Institute Yusak Farchan, jika transformasi dijalankan secara konsisten dan berbasis tata kelola yang baik, Indonesia berpeluang memiliki BUMN yang lebih efisien dan kompetitif. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan sesungguhnya terletak pada implementasi. Ia mencontohkan, berdirinya Danantara yang awalnya diharapkan mampu mengelola aset negara secara transparan dan bebas intervensi politik. Namun, belakangan muncul kekhawatiran lembaga ini justru menjadi ruang baru bagi praktik korupsi. “Danantara berpeluang menjadi bancakan korupsi jika tidak dikelola secara hati-hati dan profesional,” ujarnya.

Menurut Yusak, potensi masalah muncul karena kuatnya intervensi politik dibanding dorongan untuk memperbaiki tata kelola. Jika transformasi hanya dijadikan alasan untuk bongkar-pasang pejabat atau komisaris, maka tujuan profesionalisme dan akuntabilitas akan jauh dari harapan. Lebih jauh, perubahan status kementerian menjadi badan baru juga berimplikasi pada tata kelola BUMN secara keseluruhan. Alih-alih mendorong efisiensi, Yusak mengingatkan ada risiko tumpang tindih koordinasi antara Danantara dan BP BUMN jika tidak ada mekanisme komunikasi yang jelas.

Search