Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji praktik rangkap jabatan publik untuk memperkuat reformasi tata kelola publik. Hal itu sebagai bagian dari komitmen untuk menutup celah konflik kepentingan. Langkah tersebut diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 128/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN/swasta, atau pimpinan organisasi yang didanai APBN/APBD.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Aminudin menuturkan rata-rata kasus korupsi berawal dari benturan kepentingan, sehingga kajian tersebut sangat penting untuk mencegah risiko tersebut. Dia mengatakan putusan MK semakin mempertegas urgensi pembenahan sehingga praktik rangkap jabatan tidak lagi menjadi celah konflik kepentingan, dan pejabat publik dapat fokus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Kajian Rangkap Jabatan Terhadap Integritas dan Tata Kelola Lembaga Publik di Indonesia yang diinisiasi oleh KPK telah dilakukan sejak Juni-Desember 2025 dan dilanjutkan pada tahun 2026, dengan fokus di 10 lembaga publik melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. KPK berkolaborasi dengan Kementerian dan lembaga termasuk Kementerian PAN-RB, Ombudsman RI, Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), serta para akademisi.