Bupati Pati Sudewo akhirnya membatalkan kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen setelah diprotes besar-besaran oleh warga setempat. Kebijakan itu juga telah direspons oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua Partai Gerindra Jawa Tengah Sudaryono.
Namun pembatalan kenaikan PBB itu tak menyurutkan kekesalan warga Pati yang mengaku kecewa terhadap sikap Sudewo yang dianggap arogan. Salah satunya Taufikurrahman, 36 tahun, pria asal Madura, Jawa Timur, yang telah menjadi penduduk Kabupaten Pati, Jawa Tengah, selama 10 tahun. Ia mengaku masih geram terhadap Sudewo. Taufik, begitu biasa dia disapa, termasuk warga yang ingin ikut berdemo pada 13 Agustus mendatang. Keinginan itu tetap ia memiliki kendati Sudewo tak jadi meneruskan rencana kenaikan PBB.
Seorang wiraswasta yang tinggal di Desa Tlogosari, Kecamatan Tlogosari, Kabupaten Pati, Eva Risty Maharani, juga mengaku resah kendati rencana kenaikan PBB dibatalkan. Perempuan 29 tahun itu bercerita tarif PBB rumahnya pada tahun ini senilai Rp 125 ribu dari yang semula hanya Rp 50 ribu. Sedangkan ibu mertuanya memiliki tagihan PBB hampir Rp 800 ribu dari tahun sebelumnya Rp 300 ribu. Ia mengatakan rencana kenaikan PBB itu seharusnya bisa diterima jika dilakukan secara bertahap tiap tahun. Eva merasa berkeberatan karena lonjakan kenaikan PBB hingga ratusan kali lipat dengan selisih satu tahun saja. Namun, di atas itu semua, dia lebih terganggu oleh gaya komunikasi Sudewo yang sempat menantang warganya mendatangkan 50 ribu orang guna memprotes kebijakan politikus Gerindra itu.