Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto mengatakan, semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal. Bima menjelaskan saat ini, pemerintah mulai membahas berbagai opsi tindak lanjut putusan MK tersebut, termasuk dampaknya terhadap sistem politik dan kelembagaan daerah. Ia mengatakan, pembahasan ini dilakukan bersama parlemen maupun lintas kementerian.
Menurut Bima, setidaknya ada tiga hal utama yang harus menjadi pegangan bagi pemerintah menyikapi putusan MK dan rencana revisi UU Pemilu. Pertama, revisi harus memperkuat pelembagaan politik, terutama dalam konteks sistem presidensial dan otonomi daerah. Mantan Walikota Bogor itu lantas menyoroti belum adanya UU tentang Kepresidenan, padahal Indonesia telah sistem presidensial yang seharusnya memiliki regulasi terkait pengaturan secara jelas kewenangan eksekutif. Kedua, lanjut Bima, penting menempatkan reformasi politik dalam kerangka kepentingan nasional dan arah menuju Indonesia sebagai negara maju dalam 20-25 tahun ke depan. Sebab, sistem politik yang tidak selaras dengan target pembangunan nasional bisa menjadi penghambat.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyinggung pentingnya penguatan fungsi partai politik dan pendanaan politik dalam merespons putusan MK. Ia juga menyambut baik wacana penguatan bantuan dana politik, namun menekankan pentingnya transparansi dan integritas.