Soal Angka Kemiskinan, Bank Dunia Sarankan RI Tetap Pakai Data BPS

Bank Dunia merekomendasikan agar Indonesia tetap menggunakan garis kemiskinan nasional yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk penyusunan program bantuan sosial, karena dinilai lebih sesuai dengan konteks domestik. Meskipun telah dilakukan pembaruan terhadap garis kemiskinan global melalui penerapan 2021 Purchasing Power Parity (PPP), BPS dianggap lebih tepat untuk kebijakan nasional. Perubahan PPP tersebut mengakibatkan peningkatan garis kemiskinan internasional dari US$2,15 menjadi US$3,00 dan untuk negara berpendapatan menengah atas seperti Indonesia dari US$6,85 menjadi US$8,30. Revisi ini membuat angka kemiskinan Indonesia berdasarkan standar Bank Dunia melonjak menjadi 68,3 persen atau sekitar 194,72 juta jiwa dari total populasi 285,1 juta pada 2024. Tentang kebijakan nasional di Indonesia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah yang paling tepat.

Perbedaan antara garis kemiskinan nasional dan global dijelaskan sebagai bentuk penyesuaian terhadap tujuan penggunaannya masing-masing. Garis kemiskinan nasional dikhususkan untuk kebijakan domestik seperti penyaluran bantuan sosial, sementara standar internasional digunakan untuk perbandingan lintas negara dan pemantauan pengurangan kemiskinan secara global. Oleh karena itu, garis kemiskinan BPS dianggap paling relevan untuk perencanaan kebijakan di Indonesia. Sementara itu, jika merujuk pada standar baru Bank Dunia, maka garis kemiskinan Indonesia seharusnya berada pada kisaran Rp1.512.000 per orang per bulan, jauh di atas angka BPS yang hanya Rp595.242. Garis kemiskinan resmi Indonesia ditetapkan di tingkat provinsi (terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan) dan tingkat kemiskinan mencapai 8,57 persen pada September 2024.

Search