Bahaya Data Garis Kemiskinan Tak Relevan, Jutaan Warga Miskin Tak Tersentuh Bansos

Penggunaan indikator garis kemiskinan oleh BPS yang tidak mengalami perubahan sejak 1976 telah dinilai tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Ketidaksesuaian ini berisiko menyebabkan jutaan warga miskin tidak terjangkau oleh bantuan sosial karena tidak tercatat dalam data resmi sebagai penerima. Sementara Bank Dunia secara berkala memperbarui indikator garis kemiskinan berdasarkan paritas daya beli (PPP), BPS masih menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (CBN) yang dianggap tidak merefleksikan realitas ekonomi masyarakat. Desakan terhadap BPS untuk melakukan revisi indikator semakin menguat mengingat data tersebut menjadi dasar utama dalam penyusunan kebijakan pengentasan kemiskinan.

Khawatirnya, jumlah orang miskin yang understated berisiko membuat bantuan sosial tidak meng-cover penduduk yang sebenarnya masuk kategori miskin. Standar garis kemiskinan nasional yang terlalu rendah juga dikhawatirkan dapat menimbulkan ilusi penurunan kemiskinan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan benchmark yang dianggap terlalu longgar, pengentasan kemiskinan bisa dianggap selesai hanya dengan pemberian bantuan minimal, padahal puluhan juta penduduk masih hidup dalam kemiskinan struktural. Walau standar Bank Dunia dinilai terlalu tinggi bagi Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah atas, data tersebut tetap menjadi acuan global. Oleh karena itu, dorongan agar BPS menyesuaikan metode perhitungan menjadi semakin mendesak guna memastikan kebijakan pemerintah tepat sasaran.

Selain itu, data yang benar akan membantu meningkatkan efektivitas program pengentasan kemiskinan; ini yang paling penting. Perbedaan data antara BPS dan Bank Dunia sangat signifikan, di mana pada September 2024 BPS mencatat tingkat kemiskinan hanya 8,57 persen atau 24,06 juta jiwa, sementara Bank Dunia melaporkan angka mencapai 60,3 persen dan meningkat menjadi 68,25 persen setelah pembaruan indikator PPP. Dalam penghitungan BPS, garis kemiskinan nasional hanya mencerminkan kebutuhan dasar senilai Rp 595.242 per kapita per bulan, sedangkan Bank Dunia menetapkan ambang kemiskinan baru sebesar 8,30 dolar AS per kapita per hari.

Search