Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Mei 2025 dengan nilai Purchasing Managers’ Index (PMI) sebesar 47,4, setelah sebelumnya juga mencatatkan kontraksi pada April dengan angka 46,7. Nilai PMI yang berada di bawah ambang batas 50 mencerminkan sektor manufaktur yang sedang dalam fase penyusutan. Kontraksi ini disebabkan oleh melemahnya aktivitas produksi dan pesanan baru, bahkan penurunan pesanan tersebut menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021. Ekspor juga terus melemah sementara permintaan yang rendah menyebabkan penyesuaian dalam tingkat pembelian dan persediaan oleh pelaku usaha. Ekonomi manufaktur Indonesia mengalami kontraksi di tengah penurunan pesanan baru paling tajam dalam hampir empat tahun yang turut mendorong penurunan volume produksi secara signifikan.
Lemahnya permintaan pasar, termasuk dari luar negeri seperti Amerika Serikat, telah disebut sebagai faktor utama turunnya aktivitas manufaktur selama dua bulan berturut-turut. Volume pembelian bahan baku kembali diturunkan oleh perusahaan, sementara persediaan bahan baku dan barang jadi juga dikurangi dengan memanfaatkan stok yang tersedia. Waktu pengiriman bahan baku mengalami perpanjangan paling signifikan dalam sembilan bulan terakhir, yang dipengaruhi oleh cuaca buruk dan gangguan distribusi, meskipun permintaan input melemah. Kendati kondisi permintaan tetap lemah, pelaku industri masih menyampaikan optimisme bahwa pelemahan ini hanya bersifat sementara. Keyakinan terhadap prospek output dalam 12 bulan mendatang pun tercatat mengalami penguatan dibandingkan bulan sebelumnya.
Sinyal positif muncul dari sisi ketenagakerjaan, di mana perusahaan kembali menambah tenaga kerja untuk kelima kalinya dalam enam bulan terakhir. Perekrutan tersebut dilakukan sebagai bentuk kesiapan menghadapi potensi pemulihan permintaan dan mencerminkan peningkatan kepercayaan terhadap pertumbuhan jangka pendek. Tekanan biaya juga meningkat, dengan inflasi biaya input mencapai level tertinggi dalam tiga bulan terakhir, terutama akibat kenaikan harga bahan baku. Meski demikian, banyak perusahaan memilih menyerap beban tersebut dengan memberikan diskon harga agar penjualan tetap terdorong. Kenaikan harga jual pun terjadi secara marginal dan menjadi yang paling lambat dalam delapan bulan terakhir dalam tren inflasi harga jual.