Pukat UGM: BUMN dan Danantara Semakin Rawan Korupsi

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menyoroti soal UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Adapun, dalam Pasal 9G dalam undang-undang tersebut secara eksplisit berbunyi, ”Anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara”.  Menurut Zaenur, perubahan-perubahan di dalam UU BUMN memberikan impunitas kepada para pengurus BPI Danantara dan para pengurus BUMN. Ia mengatakan dalam aturannya disebutkan kerugian yang terjadi di BPI Danantara dan BUMN bukan merupakan kerugian negara.

Zaenur mengatakan UU BUMN itu nantinya akan memiliki konsekuensi sangat serius, seperti bebas dari jaratan korupsi yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Zaenur menjelaskan ketika kerugian di BPI Danantara dan BUMN bukan merupakan kerugian negara, maka rumusan unsur Pasal 2 atau Pasal 3 di dalam UU Tipikor itu tidak akan pernah. Hal tersebut mengingat dalam kedua pasal menyebutkan adanya kerugian keuangan negara. Zaenur mengakui masih ada cara lain untuk dijerat secara hukum saat menimbulkan kerugian negara. Namun, ia menilai tidak semua kerugian negara kemudian ditindak dan diproses secara hukum.

Selain itu, Zaenur juga menyoroti perubahan status anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Hal tersebut bertentangan dengan norma di dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara. Di dalam UU Nomor 28 Tahun 1999, salah satu penyelenggara negara adalah komisaris atau direksi dari BUMN. Kalau di dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan UU BUMN disebut bukan merupakan penyelenggara negara, maka para pengurus BUMN bisa terbebas dari kewajiban untuk melaporkan harta kekayaan atau LHKPN.

Search