Gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus bertambah dan telah tercatat sebanyak delapan permohonan di Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan terbaru telah diajukan oleh lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang menilai proses pembentukan UU tersebut tidak sesuai dengan ketentuan konstitusional. Mereka meminta agar UU tersebut dinyatakan tidak sah secara formal karena dianggap tidak memenuhi prosedur pembentukan perundang-undangan menurut UUD 1945. Sebelumnya, gugatan serupa telah diajukan oleh berbagai elemen, mulai dari mahasiswa hingga sarjana hukum dari beberapa universitas di Indonesia. Tiga permohonan terakhir belum diberikan nomor registrasi oleh MK karena masih dalam proses administrasi.
Tanggapan atas gugatan ini telah disampaikan oleh DPR dan TNI. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menegaskan bahwa pengajuan gugatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara yang harus dihargai. Ia menyerahkan sepenuhnya proses tersebut kepada MK dan menyatakan bahwa tugas legislatif telah diselesaikan sesuai kewenangan. Dave menekankan bahwa aspirasi masyarakat harus disalurkan melalui jalur yang tersedia dalam sistem hukum.
Hal senada juga disampaikan oleh Mabes TNI yang menyatakan komitmen untuk menghormati proses hukum sebagai bagian dari sistem demokrasi. Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi menyampaikan bahwa proses revisi UU TNI telah dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak dan tetap berada dalam kerangka supremasi sipil. Menurutnya, pengesahan UU telah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi dan hukum yang berlaku di Indonesia. TNI memastikan tetap akan menjalankan tugas pokoknya berdasarkan konstitusi serta mendukung jalannya supremasi hukum. Proses gugatan terhadap UU ini akan diserahkan sepenuhnya kepada MK untuk dinilai dan diputuskan secara independen.