Bonus Hari Raya (BHR) bagi driver ojek online, taksi online, dan kurir mulai disalurkan sebagai bentuk instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto kepada perusahaan aplikasi seperti Gojek dan Grab. Besaran BHR ditetapkan sebesar 20% dari rata-rata pendapatan selama 12 bulan terakhir dan harus diberikan selambat-lambatnya H-7 sebelum Hari Raya Lebaran. Namun, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa banyak driver menerima BHR dengan jumlah yang tidak sesuai. Bahkan, nilai yang diterima jauh lebih rendah dari janji pemberian tunjangan sebesar Rp1 juta per pekerja yang sebelumnya diinformasikan kepada Presiden.
“Dari pengaduan yang kami terima, seorang pengemudi ojol hanya mendapatkan bonus hari raya sebesar Rp 50 ribu dari pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp 33 juta. Ini jelas tidak adil karena platform menentukan kategori yang diskriminatif seperti hari aktif 25 hari, jam kerja online 200 jam, tingkat penerimaan order 90%, tingkat penyelesaian trip 90% setiap bulannya,” ungkap Lily.
Selain itu, kriteria dan persyaratan penerimaan BHR dianggap tidak adil karena rendahnya pendapatan driver disebabkan oleh sistem prioritas yang diterapkan platform. Skema seperti akun prioritas, slot, argo goceng, serta level prioritas dianggap diskriminatif dan semakin menyulitkan pengemudi mendapatkan pesanan. Oleh karena itu, para driver ojek online, taksi online, dan kurir didorong untuk melakukan pengaduan massal ke Posko THR di Kementerian Ketenagakerjaan. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap sistem pemberian BHR yang dinilai tidak manusiawi dan merugikan pekerja sektor transportasi daring.