Para dosen ASN di Wilayah V Yogyakarta menolak alokasi anggaran tunjangan kinerja (tukin) sebesar Rp2,5 triliun yang disetujui oleh Kementerian Keuangan, jauh dari usulan Rp10 triliun oleh Kemendiktisaintek. Mereka khawatir anggaran ini hanya mencakup dosen yang belum memiliki sertifikasi (serdos), padahal mayoritas dosen sudah tersertifikasi. Tuntutan utama mereka adalah pencairan tukin bagi semua dosen ASN tanpa membedakan status serdos.
Protes ini dilatarbelakangi ketidakadilan yang dirasakan para dosen ASN di bawah Kemendiktisaintek, yang belum menerima tukin sejak 2020, meski ASN kementerian lain sudah mendapatkannya. Mereka juga menuntut agar tunjangan profesi dosen dan tukin dipisahkan secara jelas. Pendapatan yang mepet membuat banyak dosen senior mencari penghasilan tambahan, sehingga mempertegas pentingnya pencairan tukin.
Masalah ini berakar pada perubahan UU ASN pada 2015 dan kompleksitas pengesahan tukin akibat restrukturisasi kementerian. Para dosen, yang tergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (ADAKSI), menegaskan akan mengawal pencairan anggaran hingga diterbitkannya Perpres sebagai dasar hukum tukin. Mereka berharap anggaran Rp10 triliun dapat disetujui demi keadilan dan kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia.