Nasib Demokrasi Kita, Renungan atas Peringatan Peristiwa Malari

Demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan serius akibat pelemahan institusi-institusi yang seharusnya menjadi penopangnya. Masyarakat sipil yang dulu menjadi motor penggerak demokrasi kini terfragmentasi, sebagian terserap ke dalam kekuasaan, sementara sebagian lainnya memilih diam. Hal yang sama terjadi pada institusi formal seperti parlemen dan lembaga penegak hukum, yang semakin terkooptasi oleh kekuasaan, sehingga gagal menjalankan fungsi kontrol dan penyeimbang. Media dan perguruan tinggi yang seharusnya menjadi ruang untuk suara kritis juga terpolarisasi dan kehilangan independensinya, menyulitkan upaya menjaga dinamika demokrasi yang sehat.

Pada skala global, tren kebangkitan otoritarianisme turut memperburuk situasi. Negara-negara seperti China menggunakan kekuatan ekonominya untuk memperluas pengaruh politik melalui investasi besar-besaran, khususnya di negara-negara berkembang. Ketergantungan terhadap investasi ini sering kali memaksa negara-negara mitra, termasuk Indonesia, untuk menyesuaikan kebijakan mereka dengan kepentingan donor. Kondisi ini mengancam kemandirian politik Indonesia dan memperkuat sikap oportunistik di kalangan elite, yang lebih mengutamakan stabilitas jangka pendek daripada menjaga nilai-nilai demokrasi.

Akibatnya, muncul keraguan terhadap relevansi demokrasi di Indonesia. Meski secara formal masih diakui penting, pelemahan masyarakat sipil, fragmentasi media, dan politisasi institusi semakin menjauhkan demokrasi dari cita-cita reformasi. Generasi muda kehilangan koneksi dengan sejarah perjuangan demokrasi, sementara elite dan intelektual terjebak dalam kepentingan pragmatis. Jika kondisi ini dibiarkan, demokrasi Indonesia terancam mengalami kemunduran yang sulit dipulihkan.

Search