Pemerintah memproyeksikan kebutuhan anggaran sebesar Rp 265,6 triliun pada 2025 untuk mendukung berbagai insentif pajak pertambahan nilai (PPN) guna melindungi daya beli masyarakat dan sektor usaha, khususnya UMKM. Langkah ini diambil seiring rencana kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, insentif ini mencakup pembebasan PPN untuk sejumlah barang dan jasa penting, seperti bahan makanan, transportasi, jasa pendidikan dan kesehatan, serta kebutuhan listrik dan air bersih.
Sebagian besar alokasi anggaran ditujukan untuk sektor bahan makanan sebesar Rp 77,1 triliun, diikuti oleh UMKM yang mendapatkan pembebasan PPN senilai Rp 61,2 triliun. Sektor transportasi juga memperoleh pembebasan senilai Rp 34,4 triliun, mencakup angkutan umum dan jasa pengiriman. Selain itu, pemerintah memberikan insentif untuk sektor properti dan otomotif senilai Rp 15,7 triliun, serta layanan publik lainnya seperti jasa keuangan dan asuransi dengan total anggaran Rp 27,9 triliun.
Langkah ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat dan dunia usaha dalam menghadapi kenaikan tarif PPN. Dengan berbagai insentif tersebut, diharapkan beban masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha kecil dapat diminimalkan. Selain itu, insentif ini juga diharapkan mampu menjaga stabilitas daya beli dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan perubahan tarif pajak.